Di sudut Blitar yang tenang, reggae pernah bersuara keras lewat nama Gang Boentoe. Band yang muncul dari semangat kolektif dan kecintaan pada ritme Jamaika itu sempat mengguncang skena lokal sejak 2008, hingga akhirnya harus mengambil jeda panjang akibat pandemi. Namun, semangatnya tak ikut padam bersama waktu. Salah satu motor utama di baliknya, Pak Kepz, memilih untuk terus berjalan sendiri.
Lahir dengan nama Jusep Alip Yugo Putro, pria yang kini akrab disapa Pak Kepz ini bukan sekadar musisi reggae. Ia adalah penyampai pesan yang menjadikan musik sebagai medium untuk membicarakan apa saja dari keresahan sosial hingga soal cinta yang getir. “Musik reggae itu fleksibel dan jujur. Cocok buat ngasih suara ke banyak hal,” katanya suatu siang di sela kesibukannya mengelola usaha sablon.
Kisahnya dengan musik reggae bermula dari acara musik sekitar awal 2000-an. Ia jatuh hati, lalu terseret lebih dalam. Bersama teman-temannya, ia membentuk Gang Boentoe, band reggae yang tumbuh dengan akar lokal dan semangat jalanan. Mereka tampil dari satu kota ke kota lain, membawa lagu-lagu penuh rasa dan cerita. Di titik tertentu, mereka bukan cuma band, tapi simbol perlawanan dan perayaan dalam satu irama.
Lebih dari satu dekade mereka mengisi panggung, menciptakan lagu-lagu yang kini jadi bagian dari sejarah kecil Blitar. Hingga akhirnya pandemi datang, dan semuanya seperti berhenti sejenak. Tapi Kepz tidak.
Dalam tiga tahun terakhir, ia merilis empat single solo: Kadung Gandrung, Sehitam Kopi Murni, Soekarno, Inspirasi dan Secangkir Kopi, dan Sirah Kencong PLUR. Lagu-lagu yang tak hanya mengandung aroma khas reggae, tapi juga napas lokalitas yang kuat. “Saya coba bikin karya yang bisa jadi cermin dan obrolan. Tentang kita, tentang Blitar, tentang hidup sehari-hari,” ungkapnya.
Dan publik mulai mendengar. Kadung Gandrung kini telah diputar puluhan ribu kali di Spotify. Soekarno, Inspirasi dan Secangkir Kopi bahkan dipakai sebagai lagu tema untuk sebuah acara kopi di Blitar. Tidak hanya itu, kolaborasi dengan musisi seperti Elsa Safira dan Ndarboy Genk membuat namanya kembali bersinar, bahkan menembus radar pendengar luar kota. Aksi panggungnya bersama Ndarboy sempat viral di media sosial, dan video kolaborasi mereka dirilis resmi di YouTube pada Maret lalu.
“Gang Boentoe belum bubar. Kita cuma ambil jeda,” kata Kepz, seolah memberi harapan bagi mereka yang merindukan reuni. Tapi untuk saat ini, ia tengah menikmati proses menjadi solois yang jujur, bebas, dan tetap berpijak pada akar.
Musiknya mungkin tak lagi dibawakan oleh band utuh seperti dulu, tapi suaranya masih sama lantang. Dan reggae dari Blitar itu, masih tetap hidup dalam setiap dentuman bass dan gema suara Pak Kepz.